..::SELAMAT DATANG DI RIDWAN SYAIDI TARIGAN & PARTNERS::.. ADVOKAT | PENGACARA | KONSULTAN HUKUM::......

Kepala Sekolah Aktor Utama Korupsi BOS

Sanksi yang diberikan hanya dimutasi.
Kepala Sekolah menjadi aktor utama korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Namun, sanksi yang diberikan dinilai belum membuat mereka jera karena maksimal hanya mutasi tanpa pidana. “Secara umum, aktor utama korupsi BOS di sekolah adalah kepala sekolah,” ujar Kepala Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch (ICW) di Jakarta, Selasa (31/8).


Hal itu terjadi karena otonomi sekolah yang didorong kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah. Dua hal tersebut membuat kekuasaan kepala sekolah bertambah besar sebagai manajer yang menentukan arah sekolah. Sebelumnya, peran kepala sekolah hanya operator Kementerian Pendidikan Nasional dan Dinas Pendidikan.
Kekuasaan besar itu menurut Ade tak dapat diimbangi para orang tua, guru, maupun Komite Sekolah. Sehingga pejabat tertinggi di sekolah itu leluasa membuat sekaligus menerapkan kebijakan termasuk menyusun dan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS).


Temuan ICW mengungkapkan, pola korupsi di tingkat sekolah dilakukan dengan cara manipulasi BOS. Semisal, tidak memasukkan BOS sebagai pendapatan sekolah seperti yang terjadi di salah satu sekolah berstandar internasional di Jakarta. Kemudian di Sekolah Dasar di Kabupaten Serang dan Tangerang. BOS dimasukkan dalam anggaran untuk belanja bahan habis pakai dan gaji guru honorer. “Namun, dalam setahun, tak ada pengeluaran yang dimaksud,” tutur Ade.


ICW juga menyebut aktor utama lain korupsi BOS yaitu Kepala Dinas Pendidikan. Pada tingkat ini, modus yang biasa digunakan adalah menyetor langsung. Yaitu, dana BOS memang diserahkan pada pemerintah daerah secara utuh. Namun setelah diterima, ada upeti dari Kepala Dinas Pendidikan pada atasannya. Modus selanjutnya adalah restu dari Kepala Dinas agar siswa sekolah menggunakan produk tertentu semisal Lembar Kerja Siswa (LKS). Padahal, kualitas produk yang diwajibkan begitu buruk. Di Kabupaten Serang, Dinas Pendidikan bekerjasama dengan provider tertentu guna membuat website sekolah. Setiap sekolah diwajibkan membayar Rp1,7 juta dari BOS dan pengawas sekolah dijadikan tim untuk mengumpulkan dana.


Selain itu, lanjut Ade, modus pada tingkat dinas kerap dilakukan oleh para pengawas dana BOS. Alih-alih melihat penggunaan dana BOS, kepala sekolah dan bendahara kerap ditodong. “Jumlahnya variasi sesuai kerelaan sekolah,” ujar Ade.


Modus yang paling sering digunakan Dinas Pendidikan adalah meminta biaya administrasi pencairan dana BOS. Tak hanya saat pencairan, tutur Ade, saat pertanggungjawaban juga diminta biaya serupa. Pada kesempatan sama, Ade menyampaikan keluhan sejumlah Kepala Dinas Pendidikan terkait pola baru penyaluran dana BOS. Jika sebelumnya disalurkan langsung pemerintah pusat, namun pada tahun 2011 akan dialihkan pada pemerintah daerah pada masing-masing sekolah. Hasil wawancara ICW kepada beberapa Kepala Dinas Pendidikan diketahui mereka khawatir akan pola ini. Menurut mereka pada ICW, pola baru ini hanya upaya pemerintah pusat melepas tanggung jawab pengelolaan dana BOS yang berasal dari pinjaman asing.


Seperti diketahui, Bank Dunia memberikan pinjaman AS$500 juta untuk program BOS. Pinjaman tersebut dimaksudkan untuk memperkuat peradan dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam pengelolaan BOS.


“Sifatnya saja pinjaman, kalau tak ada lagi nanti, pemerintah daerah harus menyediakan sendiri BOS,” ujar Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Garut, H Komar seperti diulang Ade. Para Kepala Dinas juga mengeluhkan meski menjadi tanggung jawab daerah, mengapa program diatur oleh pusat. Padahal pelaksanaannya dilakukan daerah. Dikhawatirkan, pola ini makin menyuburkan praktik korupsi.


Menteri Pendidikan Nasional M Nuh pertengahan bulan ini menyatakan, meskipun diserahkan pada daerah, pengawasan tetap dilakukan pusat. Serta ada petunjuk teknis mengenai visi-misi, tujuan dan proses penyaluran dana bantuan ke sekolah tersebut. "Kalau kedua ini tidak dilakukan, maka BOS pastinya tidak akan efektif dipegang oleh pemerintah daerah," tukas Mendiknas di gedung Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas), Selasa (17/8).


Mendiknas mengungkapkan, pengalihan dana BOS ke daerah senilai Rp16 triliun itu, adalah karena mekanismenya sudah mapan dalam artian sudah diketahui sasarannya. Selain itu, keterlambatan pencairan yang terjadi selama ini juga dapat dihapus, karena dana tidak lagi ditumpuk di Kemdiknas melainkan langsung ditransfer ke daerah yang menyalurkannya ke sekolah.


Lebih lanjut, mantan Menkominfo ini menambahkan, tahun depan tidak hanya SD dan SMP yang akan menikmati dana BOS, namun juga MA, MTs, serta sekolah agama yang diakui oleh negara - seperti pesantren dan seminari - juga akan menikmati dana BOS. Nilai BOS per daerah juga tidak akan mengalami perubahan. "Kementerian Agama mendapatkan Rp4 triliun untuk BOS," ucapnya.


Untuk diketahui, biaya satuan BOS untuk SD/SDLB di kabupaten mencapai Rp397 ribu (per siswa), sedangkan SD/SDLB di kota sebesar Rp400 ribu. Kemudian, untuk jenjang SMP/SMPLB/SMPT di kabupaten adalah Rp570 ribu, serta SMP/SMPLB/SMPT di kota Rp575 ribu. Padahal, kebutuhan faktual pada tingkat SD sebesar Rp1,8 juta per tahun tiap murid. Serta Rp2,7 juta per murid salam setahun. “Itu untuk SD dan SMP di kota,” tutur Ade Irawan. Wakil Menteri Pendidikan Nasional (Wamendiknas) Fasli Jalal menambahkan, ada empat lapisan pengawasan penyaluran dana BOS nantinya. Yang pertama ialah Kemendiknas, yang akan menugaskan Inspektorat Jenderal (Irjen) Kemdiknas dalam pengawasan tersebut. Lalu ada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang juga akan dilibatkan untuk memeriksa laporan keuangan di setiap provinsi.


Sementara di tingkat daerah, lapisan yang paling utama sebagai pengawas menurutnya ialah komite sekolah. "Komite sekolah yang menyetujui anggaran BOS itu untuk apa saja," ungkap Fasli.


Selanjutnya, menurut Fasli lagi, Badan Pengawas Daerah (Bawasda) juga akan turut mengawasi. Empat lapis inilah menurutnya, yang akan berperan penting, karena anggaran BOS ialah anggaran sektoral yang dipergunakan untuk program Wajib Belajar Sembilan Tahun.


sumber: www.hukumonline.com

RSTP Pengacara
Negara yang kuat di bangun atas pondasi yang kokoh berdasarkan
"Tuhan Yang Maha Esa"

Kebenaran itu ada kalau tahu sumbernya, hukum bisa ditegakkan kalau tahu caranya, sumber dari segala kebenaran dan keadilan adalah
"Tuhan Yang Maha Esa"