..::SELAMAT DATANG DI RIDWAN SYAIDI TARIGAN & PARTNERS::.. ADVOKAT | PENGACARA | KONSULTAN HUKUM::......

Cegah Penipuan, Pilih Advokat yang Punya Kantor

Slogan ‘teliti sebelum membeli’ ternyata tidak hanya berlaku dalam membeli barang, tapi juga dalam memilih advokat. Ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan agar tidak kecewa di kemudian hari. Salah satunya dengan melihat keadaan kantor si advokat.

“Sebisa mungkin tidak memilih advokat ‘bangku panjang’ atau yang biasa berkeliaran di pengadilan atau kantor polisi, karena ada diantara mereka yang bukan advokat tapi mengaku sebagai advokat. Akibatnya, cara kerjanya kurang professional. Bisa-bisa, klien hanya diperas uangnya, tapi kasusnya tidak ditangani sampai selesai,” saran Yudi Wibowo SH. MH., dari Kantor Advokat Yudi Wibowo & Rekan dalam talkshow Panduan Konsumen di radio JJFM, Rabu (16/1).

Menurutnya, seorang advokat yang professional tidak akan berkeliaran mencari klien, tapi justru klien yang datang mencarinya. Sebab, peran seorang advokat sebenarnya adalah membantu masyarakat yang tersangkut masalah hukum dalam memperoleh keadilan. “Jadi, seorang advokat seharusnya tidak boleh pilah-pilih kasus. Apapun kasus yang datang padanya, dia harus bisa dan mau,” tegasnya.
Permasalahannya, hukum di Indonesia seringkali diperjualbelikan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Inilah yang membuat Yudi akhirnya mengklasifikasikan advokat dalam 3 kategori, yaitu advokat yang berpedoman pada yuridis, advokat yang berorientasi pada materi, dan advokat tipe LSM yang senangnya lapor sana lapor sini, mengungkap suatu kasus dengan berharap suatu imbalan. Diantara ketiga kategori tersebut, advokat yang berpedoman pada yuridis biasanya dapat bertahan lebih lama.
Selain karakteristik si advokat, hal lain yang harus diperhatikan adalah kantor advokat. Berdasarkan UU no 18 tahun 2003 pasal 1, dikatakan bahwa istilah pengacara maupun ahli hukum kini telah diseragamkan menjadi advokat, begitu juga dengan kantornya. Jadi, penulisan yang benar untuk kantor adalah Kantor Advokat. “Sekarang ini sudah tidak ada yang namanya Law Firm atau Kantor Hukum. Semuanya sudah diseragamkan menjadi Kantor Advokat,” kata advokat yang banyak menangani kasus hukum bisnis itu.
Agar tidak salah memilih advokat, masyarakat juga dapat menanyakan surat izin dari Organisasi Advokat  Begitu juga kalau di kemudian hari ada advokat yang tidak memberi pelayanan yang memuaskan, masyarakat dapat melaporkannya ke Organisasi Advokat. Sebab, sejauh ini, semua advokat telah terdaftar dalam Organisasi Advokat. Jika ada yang tidak mengantongi surat izin dari Organisasi Advokat, maka besar kemungkinan, advokat itu liar.
Sumali SH.MH., dari Masyarakat Peduli Layanan Publik mengakui bahwa saat ini banyak pengacara yang cenderung memanfaatkan klien. “Ada advokat yang suka menelantarkan klien. Perkaranya belum selesai dan si advokat menghilang setelah menerima uang. Bahkan ada juga advokat yang selalu mendorong kliennya untuk berperkara di pengadilan, padahal sebenarnya dapat diselesaikan secara damai. Ini namanya sudah jatuh tertimpa tangga,” timpalnya.

Belum lagi dengan ulah si advokat yang menetapkan tarif tinggi untuk menangani suatu kasus. Menanggapi hal ini, Yudi menjelaskan bahwa tinggi rendahnya honor advokat tergantung pada tempat siding dan jenis kasusnya. “Standar honor memang tidak ada, tapi bisa jadi yang disebut honor adalah fee awal. Nantinya, kalau berhasil memenangkan kasus, si advokat akan mendapat uang sukses yang biasanya maksimal 10 persen dari nilai gugatan. Tapi kalau kalah, mereka tidak akan mendapat uang sukses,” papar Yudi.
Mengingat banyaknya permasalahan yang muncul jika salah menyewa jasa advokat, maka sebaiknya teliti dulu sebelum menentukan pilihan. Jangan sampai keberadaan si advokat justru akan memperuncing masalah, bukannya menyelesaikan masalah.

RSTP Pengacara
Negara yang kuat di bangun atas pondasi yang kokoh berdasarkan
"Tuhan Yang Maha Esa"

Kebenaran itu ada kalau tahu sumbernya, hukum bisa ditegakkan kalau tahu caranya, sumber dari segala kebenaran dan keadilan adalah
"Tuhan Yang Maha Esa"