..::SELAMAT DATANG DI RIDWAN SYAIDI TARIGAN & PARTNERS::.. ADVOKAT | PENGACARA | KONSULTAN HUKUM::......

MK Tafsirkan Makna ‘Segera’ dalam KUHAP

Pasal 18 ayat (3) KUHAP tidak memenuhi asas kepastian hukum yang adil.
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian uji materi Pasal 18 ayat (3) UU No. 8 Tahun 1981  tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dimohonkan Hendry Batoarung Ma’dika. Dalam putusannya, MK memberi tafsir kata ‘segera’ dalam Pasal 18 ayat (3) KUHAP. Menurut MK, lema ‘segera’ harus dimaknai selama 7 hari. Ini artinya, surat tembusan pemberitahuan penangkapan harus sudah diberikan kepada keluarganya dalam jangka waktu selama 7 hari.

“Frasa ‘segera’ dalam Pasal 18 ayat (3) KUHAP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘segera dan tidak lebih dari 7 (tujuh) hari’,” tutur Ketua Majelis MK, Hamdan Zoelva saat membacakan putusan bernomor 3/PUU-XI/2013 di ruang sidang MK, Kamis (30/1).

Sebelumnya, pemohon yang merupakan suami dari seorang yang diduga sebagai pengedar narkoba lewat kuasa hukumnya – yang saat sidang pembacaan tidak hadir - meminta MK memaknai kata ‘segera’ dalam Pasal 18 ayat (3) KUHAP. Pemohon beralasan ketiadaan makna kata ‘segera’ dalam KUHAP justru tidak menjamin kepastian hukum.

Pemohon mencontohkan penerapan kata ‘segera’ ada yang dilakukan beberapa jam setelah penangkapan, ada yang diterapkan satu hari, dua hari, hingga satu minggu setelah penangkapan dilakukan. Menurut Duin Palungkun, pengacara pemohon, kata ‘segera’ telah dimaknai selama 24 hari setelah penangkapan istrinya. Keluarga pemohon tidak pernah diberi kesempatan untuk mengetahui secara sah tentang tindak pidana apa yang disangkakan terhadap istrinya.

Mahkamah beralasan frasa ‘segera’ dalam Pasal 18 ayat (3) KUHAP dapat diartikan  setelah tersangka ditangkap, pemberitahuan kepada keluarga tersangka harus disampaikan dalam waktu singkat agar tersangka segera mendapat hak-haknya. Apabila pemberitahuan itu tak segera disampaikan berpotensi menimbulkan pelanggaran hak tersangka karena keberadaan dan status hukum tidak segera diketahui keluarganya.

Menurut Mahkamah ketiadaan rumusan pasti mengenai lamanya waktu kata ‘segera’ dalam pasal itu dapat menyebabkan pihak penyidik menafsirkan berbeda-beda dalam setiap kasus yang ditangani. Perbedaan semacam itu dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan berpotensi menimbulkan ketidakadilan oleh pihak penyidik.

“Pasal 18 ayat (3) KUHAP tidak memenuhi asas kepastian hukum yang adil karena dalam pelaksanaan menimbulkan penafsiran yang berbeda. Penafsiran yang berbeda ini dapat menimbulkan perlakuan diskriminatif terhadap tersangka, sehingga menurut Mahkamah, dalil permohonan Pemohon beralasan menurut hukum,” kata Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati saat membacakan pertimbangan hukumnya.

Namun, apabila Pasal 18 ayat (3) KUHAP dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat justru dapat menghilangkan kewajiban penyidik menyampaikan salinan surat perintah penangkapan itu yang menimbulkan pelanggaran terhadap asas perlindungan hukum dan kepastian hukum. Karena itu, demi kepastian hukum yang adil, Mahkamah perlu menafsirkan mengenai frasa ‘segera’ pada Pasal 18 ayat (3) KUHAP.

Dalam hal ini, waktu 7 (tujuh) hari merupakan tenggat waktu yang patut untuk menyampaikan salinan surat perintah penahanan tersebut. Karenanya, sesuai dengan asas kepatutan dan kepastian hukum, frasa ‘segera’ dalam rumusan Pasal 18 ayat (3) KUHAP yang menyatakan, “Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan.” haruslah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “segera dan tidak lebih dari 7 (tujuh) hari.” 

Untuk diketahui, Irmania Bachtiar alias Mama Nio merupakan istri dari pemohon Hendry Batoarung Ma'dika alias Papa Nio ditangkap oleh Kepolisian Resort Tana Toraja pada 28 September 2012 karena diduga mengedarkan narkoba. Pada saat penggeledahan, polisi menemukan satu plastik kosong bekas menyimpan sabu-sabu.

Pihak keluarga baru mengetahui Mama Nio ditetapkan menjadi tersangka dan telah ditahan pada 22 Oktober 2012 (24 hari setelah ditangkap). Dengan alasan keterlambatan pemberitahuan itulah upaya praperadilan yang diajukan oleh keluarga tersangka kemudian ditolak oleh Pengadilan Negeri Makale, Sulawesi Selatan.

RSTP Pengacara
Negara yang kuat di bangun atas pondasi yang kokoh berdasarkan
"Tuhan Yang Maha Esa"

Kebenaran itu ada kalau tahu sumbernya, hukum bisa ditegakkan kalau tahu caranya, sumber dari segala kebenaran dan keadilan adalah
"Tuhan Yang Maha Esa"