RSTP, Jakarta: Denny Indrayana mengaku tak gentar dengan pengaduan OC Kaligis ke Polda Metro Jaya, Kamis (23/8). Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia itu diadukan dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Denny sempat berceloteh di media sosial Twitter bahwa advokat pembela koruptor juga koruptor. Pernyataan itu dianggap Kaligis sebagai pencemaran profesi advokat. Sebab bagi Kaligis, mendampingi klien adalah profesionalitas seorang advokat.
Kaligis menyatakan, Denny telah melanggar pasal 310 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 22 dan 23 tentang informasi dan transaksi elektronik.
Namun, Denny malah santai menanggapi laporan itu. Bekas aktivis penggiat korupsi dari UGM itu menilai, laporan tersebut sebagai risiko dalam perjuangan melawan korupsi.
Ia pun menambahkan, oknum advokat yang bertindak demikian sangat menyakiti hati rakyat. Karena itu, Denny meminta dukungan segenap pihak dalam perjuangan memberantas korupsi.(TII).
Ridwan Syaidi Tarigan menyatakan, bahwa Denny tidak memahami profesi Advokat, dimana pada prinsipnya dalam menjalankan tugas
profesi advokat terikat pada kode etik profesi advokat dan peraturan
perundang-undangan. Advokat dapat dikenai tindakan apabila melakukan
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan, sumpah/janji advokat
atau kode etik profesi advokat (lihat pasal 6 huruf e dan huruf f UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat/”UU Advokat”).
Perbuatan menolak klien sendiri merupakan pelanggaran terhadap sumpah/janji advokat yang diatur dalam pasal 4 ayat (2) UU Advokat. Salah satu sumpah/janji yang diucapkan advokat berbunyi:
“Bahwa saya
tidak akan menolak untuk melakukan pembelaan atau memberi jasa hukum di
dalam suatu perkara yang menurut hemat saya merupakan bagian daripada
tanggung jawab profesi saya sebagai seorang advokat.”
dan perlu dipahami bahwa negara kita menganut sistem praduga tidak bersalah, yang berhak menyatakan seseorang bersalah adalah hukum itu sendiri melalui Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, maka secara jelas Denny tidak layak menjadi seorang pejabat publik yang menduduki posisi Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.